Transformasi menjadi buzzword.Ia menjadi jargon yang amat sering dikutip.  Tidak bisa dipungkiri, initiative menjadi suatu keniscayaan, jika perseroan ingin tetap competitive dan sustain di tengah perubahan pasar yang begitu cepat dan massif.   Namun fakta menunjukkan sebagain besar langkah transformasi, tidak berujung sukses. Sebagaian besar  tergeletak di tengah jalan. Bagaimana solusinya untuk memastikan eksekusi dan implementasi Transformasi Perseroan berjalan mulus dan tiba di terminal tujuan?   Salah satu faktor penting untuk mensukseskannya adalah memperkuat peran manager level operational dalam eksekusi.Ada 3 peran penting yang dapat dimainkan oleh manajer pelaksana- middle manajer untuk memastikan initiative transformasi mencapai apa yang dicita-citakan.

1.    Buy-in. Memastikan arah, tujuan  dan latar belakang initative transformasi dipahami dengan jelas dan utuh oleh semua orang yang ada dalam  organ yang dipimpinnya. Penerimaan ini menjadi amat penting, sehingga setiap orang tidak ragu dan bertanya- tanya lagi, apa itu transformasi, mengapa kita harus melakukannya. Apa saja konsekwensi yang bisa terjadi, kalau perseroan tidak melakukan transformasi, atau jika transformasi gagal di implementasikan. Harus juga dijelaskan, kemungkinan, kesulitan yang mungkin bisa terjadi dan tantangan yang akan dihadapai dalam menggulirkan roda transformasi.    Kemudian juga perlu dijelaskan apa impact yang akan terjadi terhadap kehidupan kerja (work life) dari para pekerja dan kaum profesi, jika transformasi terjadi seperti yang diharapkan. Dengan demikian ada  unsurhope dan promise yang bisa dilihat setiap orang dalam menggelindingkan dan mensukseskan transformasi. Dan dengan demikian orang-orang dengan senang hati ikut mendukung dan mensukseskannya

2.    Membuat kerangka translasi alias terjemahan operasional.  Konsep dan model transformasi hanya akan menjadi efektif, jika ada ada terjemahan operasionalnya. Ada petunjuk tekniks pelaksanaanya, yang disampaikan dalam bahasa yang sederhana, tegas, dan relevant dalam pekerjaan sehari- hari, sesuai dengan bidangnya ( dept/divisi) masing- masing. Oleh karena itu tugas dan peran manager adalah menyiapkan berbagai tools implementasi untuk operasionalisasi transformasi. Diantara tools tersebut termasuk  toolsuntuk memonitor eksekusi; Monitor amat krusial untuk melihat apakah implementasi sesuai dengan track dan jadwal yang telah disepakati; melakukan koreksi dan alignment selama implementasi tersebut. Termasuk didalamnya,  mengukur pencapaian, memastikan komitmen dan displin  melihat apakah hal-hal yang ingin dicapai (deliveribale), telah terjadi.  Amat sering konsep dan idea transformasi yang amat baik, tidak berjalan, dan tidak ada program aksi, karena tidak ada kerangka implementasi; tidak ada casade down, dan hanya menjadi jargon, atau konsep tersebut hanya tinggal dalam lingkup  elite manajemen.
3.    Mendorong dan meng-energize selama proses implementasi.
Perseroan melakukan upaya transformasi, tentu ada latar belakang, yang berhubungan dengan competiveveness dan sustainability perseroan, baik pada masa kini maupun masa depan.  Transformasi bukan suatu proses perjalanan yang nyaman dan aman. Ini adalah proses overhauling yang menyangkut berbagai perubahan substantial dan multi-varibales. Karena itu wajar saja kalau selama proses bisa menimbulkan keraguan, kuatir atau kebingunan.  Oleh karena itu, peran penting manajer pelaksana, adalah untuk tetap memberikan kejelasan direktif, me-motivasi dikala menghadapi berbagai tekanan dan persimpangan, membangun kekuatan (endurances) dan optimismen untuk terus bergerak selama proses; berani menghadapi tantangan dan mencari jawaban dari setiap permasalahan yang muncul.
Untuk memungkinkan peran diatas bekerja dengan baik, maka 3 point berikut ini harus dipahami dengan jelas.

1.    Tahuapa gambaran hasil akhir yang dituju (goal dan deliveriable) oleh perserroan. Pemahaman ini akan membuat manajer memiliki optimism; bisa melihat hasil yang akan datang, sehingga kalaupun harus menghadapi rintangan dan tantangan sepanjang jalan, focus perhatian mereka akan jatuh pada akhir (terminal) perjalanan, bukan pada berbagai distraksi gangguan dan hambatan.  Dengan kata lain, pemahaman akan hasil akhir goal dan outcome, akan membuat seseorang bisa melihat indahnya akhir perjalanan. (begin with the end in the mind).
2.    Paham akan apa grand strategy yang dianut perseroan.  Dengan memahami grand strategy, maka seorang manajer akan bisa menterjemahkan operasionalisasi strategi dalam departmennya masing-masing, sehingga sinergi bisa terjapai. Pemahaman yang jelas tentang strategi yang dianut oleh perseroan juga akan memungkinkan setiap orang yang bekerja bisa me relate antara apa yang mereka kerjakan terhadap competitiveness perseroan.  Dengan demikian akan muncul perasaan turut ambil bagian dan peran dalam sebuah keberhasilan (kontribusi) .
3.    Paham akan apa kompetensi yang diperlukan untuk mensukseskana transformasi, dengan demikian berbagai kompetensi itu bisa dilengkapi, apakah itu dari dalam berupa learning maupun dari luar berupa akuisisi.    Kompetensi bersifat multi faset, bisa kompetensi teknik (kapasitas dan kapabilitas), kompetensi soft skill  ( kreativitas, attitude, mentality)
End-

Hendrik Lim, MBA
CEO Defora Consulting