Archives

News

Transformasi menjadi buzzword.Ia menjadi jargon yang amat sering dikutip.  Tidak bisa dipungkiri, initiative menjadi suatu keniscayaan, jika perseroan ingin tetap competitive dan sustain di tengah perubahan pasar yang begitu cepat dan massif.   Namun fakta menunjukkan sebagain besar langkah transformasi, tidak berujung sukses. Sebagaian besar  tergeletak di tengah jalan. Bagaimana solusinya untuk memastikan eksekusi dan implementasi Transformasi Perseroan berjalan mulus dan tiba di terminal tujuan?   Salah satu faktor penting untuk mensukseskannya adalah memperkuat peran manager level operational dalam eksekusi.Ada 3 peran penting yang dapat dimainkan oleh manajer pelaksana- middle manajer untuk memastikan initiative transformasi mencapai apa yang dicita-citakan.

1.    Buy-in. Memastikan arah, tujuan  dan latar belakang initative transformasi dipahami dengan jelas dan utuh oleh semua orang yang ada dalam  organ yang dipimpinnya. Penerimaan ini menjadi amat penting, sehingga setiap orang tidak ragu dan bertanya- tanya lagi, apa itu transformasi, mengapa kita harus melakukannya. Apa saja konsekwensi yang bisa terjadi, kalau perseroan tidak melakukan transformasi, atau jika transformasi gagal di implementasikan. Harus juga dijelaskan, kemungkinan, kesulitan yang mungkin bisa terjadi dan tantangan yang akan dihadapai dalam menggulirkan roda transformasi.    Kemudian juga perlu dijelaskan apa impact yang akan terjadi terhadap kehidupan kerja (work life) dari para pekerja dan kaum profesi, jika transformasi terjadi seperti yang diharapkan. Dengan demikian ada  unsurhope dan promise yang bisa dilihat setiap orang dalam menggelindingkan dan mensukseskan transformasi. Dan dengan demikian orang-orang dengan senang hati ikut mendukung dan mensukseskannya

2.    Membuat kerangka translasi alias terjemahan operasional.  Konsep dan model transformasi hanya akan menjadi efektif, jika ada ada terjemahan operasionalnya. Ada petunjuk tekniks pelaksanaanya, yang disampaikan dalam bahasa yang sederhana, tegas, dan relevant dalam pekerjaan sehari- hari, sesuai dengan bidangnya ( dept/divisi) masing- masing. Oleh karena itu tugas dan peran manager adalah menyiapkan berbagai tools implementasi untuk operasionalisasi transformasi. Diantara tools tersebut termasuk  toolsuntuk memonitor eksekusi; Monitor amat krusial untuk melihat apakah implementasi sesuai dengan track dan jadwal yang telah disepakati; melakukan koreksi dan alignment selama implementasi tersebut. Termasuk didalamnya,  mengukur pencapaian, memastikan komitmen dan displin  melihat apakah hal-hal yang ingin dicapai (deliveribale), telah terjadi.  Amat sering konsep dan idea transformasi yang amat baik, tidak berjalan, dan tidak ada program aksi, karena tidak ada kerangka implementasi; tidak ada casade down, dan hanya menjadi jargon, atau konsep tersebut hanya tinggal dalam lingkup  elite manajemen.
3.    Mendorong dan meng-energize selama proses implementasi.
Perseroan melakukan upaya transformasi, tentu ada latar belakang, yang berhubungan dengan competiveveness dan sustainability perseroan, baik pada masa kini maupun masa depan.  Transformasi bukan suatu proses perjalanan yang nyaman dan aman. Ini adalah proses overhauling yang menyangkut berbagai perubahan substantial dan multi-varibales. Karena itu wajar saja kalau selama proses bisa menimbulkan keraguan, kuatir atau kebingunan.  Oleh karena itu, peran penting manajer pelaksana, adalah untuk tetap memberikan kejelasan direktif, me-motivasi dikala menghadapi berbagai tekanan dan persimpangan, membangun kekuatan (endurances) dan optimismen untuk terus bergerak selama proses; berani menghadapi tantangan dan mencari jawaban dari setiap permasalahan yang muncul.
Untuk memungkinkan peran diatas bekerja dengan baik, maka 3 point berikut ini harus dipahami dengan jelas.

1.    Tahuapa gambaran hasil akhir yang dituju (goal dan deliveriable) oleh perserroan. Pemahaman ini akan membuat manajer memiliki optimism; bisa melihat hasil yang akan datang, sehingga kalaupun harus menghadapi rintangan dan tantangan sepanjang jalan, focus perhatian mereka akan jatuh pada akhir (terminal) perjalanan, bukan pada berbagai distraksi gangguan dan hambatan.  Dengan kata lain, pemahaman akan hasil akhir goal dan outcome, akan membuat seseorang bisa melihat indahnya akhir perjalanan. (begin with the end in the mind).
2.    Paham akan apa grand strategy yang dianut perseroan.  Dengan memahami grand strategy, maka seorang manajer akan bisa menterjemahkan operasionalisasi strategi dalam departmennya masing-masing, sehingga sinergi bisa terjapai. Pemahaman yang jelas tentang strategi yang dianut oleh perseroan juga akan memungkinkan setiap orang yang bekerja bisa me relate antara apa yang mereka kerjakan terhadap competitiveness perseroan.  Dengan demikian akan muncul perasaan turut ambil bagian dan peran dalam sebuah keberhasilan (kontribusi) .
3.    Paham akan apa kompetensi yang diperlukan untuk mensukseskana transformasi, dengan demikian berbagai kompetensi itu bisa dilengkapi, apakah itu dari dalam berupa learning maupun dari luar berupa akuisisi.    Kompetensi bersifat multi faset, bisa kompetensi teknik (kapasitas dan kapabilitas), kompetensi soft skill  ( kreativitas, attitude, mentality)
End-

Hendrik Lim, MBA
CEO Defora Consulting

Banyak leadership coach berbasis motivasional yang mendengung-dengungkan kemampuan emosi, dengan  berbagai istilah, baik itu “kecerdasan emosi”, atau “basis karakter’, termasuk didalamnya  filsafat etik, kepribadian.  Dan pakem ini amat menarik.Dan mereka muncul dalam kalimat- kalimat bijak yang memukau.Goleman 2 dekade lalu menghantarkan pemahaman ini ke panggung dunia, dan diterima secara luas.     Please dont understand me, semua itu baik, tidak ada masalah disana.   Semua ini bangunan yang sangat penting, tidak bisa dipungkiri merupakan bagian-bagian yang sangat esensial dalam menunjang bediri kokohnya suatu establishment bisnis.Saya juga senang mempelajarinya.

Terus apa masalahnya? Yang menjadi masalah adalah kalau pemahaman itu diserap secara fragmental dan ad-hoc; dengan menganggap hal seperti itu sebagai satu- satunya pilar utama, sehingga eksekutif atau future leaders group tidak dibekali dengan kemampuan teknis alias skill yang high caliber.    Saya bicara dalam kontek kehidupan korporat, jadi berbagai pengembangan personal itu harus saya hubungkan dengan sustainabilitas perseroan.

Bayangkan saja, apa yang mau dijual atau dikontribusikan seseorang kalau:   teknik komersial, dia tidak kuasai, sehingga tidak mengerti bagaimana mengusung penjualan secara spektakuler. Teknik keuangan dan akunting tidak mumpuni, terus bagaimana bisa menjadi analisis keuangan yang bisa merekomendasikan berbagai leverage keuangan perseroan? Bidang hukum tidak paham sepenuhnya, terus apa yang mau dijual ke dalam, untuk kepentingan pembelaan legal perseroan? Bidang management, tidak mengusasi business management, terus bagaimana bisa memformulasi strategi, merancang competitiveness  dan outloook? Teknik informatika tidak menguasai hal- hal mutahir, lantas apa yang mau dicapai untuk improvement suatu proses?.Kemampuan teknik (enjinering) dan produksi, tidak paham, terus bagaimana Kita mengharapkannya bisa memperbaiki efisiensi dan lean operation.Teknik persuasi dan engagement tidak paham, terus bagaimana bisa memobiliasi aspirasi kolektif?

 

No Values Creation, No Business
So kemampuan teknis itu menjadi sangat penting.Ia adalah basis values creation. Ia menjadi modal untuk ‘jualan”. Baik itu internal kedalam perseroan, yang disebut dengan istilah kontribusi, Atau keluar perseroan, yang dikenal dengan istilah “product-service offering’.   Bahkan tidak hanya sekedar values offering saja, tetapi ia harus suatu value offering yang punya keunggulan komperatif dibandingkan dengan produser lainnya. Tanpa kemampuan teknis, alias skill, tidak ada values creation.  Tidak ada values creation,- sehebat apapun kecerdasan emosi kita- kita tidak bisa menghadirkan competitiveness.   Akhirnya?Tidak ada income; tidak ada GDP. Perhatikan saja, siapa saja, akan kehilangan daya saing dan akhirnya tidak punya income kalau tidak ada values creation. (lihat orang yang makin tua umurnya, paska pension, badan masih bugar tetapi tidak melakukan upgrade skill, akhirnya  tidak punya real- value creation).   Begitu juga dengan perseroan. Kalau hal hal seperti itu tidak ada, terus atas dasar apa, sustainablitas sebuah perseroan didirikan? Come”on!

Ingat bagaimanapun, kalau sudah bicara organisasi perseroan, Business values creation adalah fundamental keuangan.Ia menentukan seberapa besar dan darimana basis arus masuk kas likuiditas perseroan. Ia menjadi sumber “darah” bagi kehidupan organisasi perseroan. Ia membawa kesenangan dan senyum bagi shareholder dan semua stakeholders. No Values creation, no business! Jadi kita bisa melihat betapa pentingnya pilar yang satu ini.  Kemampuan teknis ada entry ticket dalam competitiveness dan survival.dan derajat alias pagar entri tiket masuk gelanggang  bisnis itu makin lama makin tinggi. disitulah pentingnya upgrade skill.

Jadi kita harus melihat softskill, atau apapun istilah yang anda ingin gunakan, baik itu kecerdasan emosi atau kepemimpinan basis karakter, dan lain –lain; Semua hal itu harus ada, mereka baik adanya. Dan punya peran yang sangat besar,  Tapi harus teritegrasi dengan kemampuan sisi teknis.   Mereka bergerak bersama seperti dua sisi rel kereta api. Keduanya harus ada, baru ia bisa berfungsi utuh. Amat menyedihkan melihat beberapa orang memungut satu dua kasus kegagalan leadership basis kompetensi, dan langsung membuat statement, seperti pembijak, “Kalau kemampuan koqnitif tidak membawa orang kemana- mana: bahwa berbagai orang hebat itu akhirnya hancur”.   Tentu saja hal itu akan menjadi benar, kalau samples eksekustif yang diambil, memang yang sudah bermasalah, terus data samples tersebut ditarik ke belakang, untuk mendapatkan kesimpulan generalisasi. Akan tetapi fakta memberi tahu, jauh lebih banyak, orang dengan kemampuan koqnitif yang baik, yang diasah terus- menerus, yang akan berhasil.

Apa yang ingin saya sampaikan adalah, Jika anda ingin mempelajari softskill leadership lain-lain, kemampuan teknis tidak boleh dilupakan, kecuali jika orang tersebut memang sudah ingin resign dari kehidupan professional. Keduanya harus diletakkan dalam porsi yang seimbang,alias equilibrium. Tidak ada kunci sukses, dengan hanya mengusung salah satu pilar.Keduanya amat penting.

End-

Hendrik Lim, MBA

Motivasi itu sangat hebat.Ya sangat hebat pengaruhnya.Baik pada kinerja, maupun mental.Namun perhatikan baik- baik. Jika hanya sesi motivasi-inpirasi tok yang menjadi asupan utama, maka saya duga 95 % akan gagal dan tidak ada gunanya.  Atas dasar apa kita bisa mengatakan hal seperti itu?   Perhatikan saja.Berapa banyak jumlah pelatihan motivasi yang telah di berikan kepada para agen MLM; Direct Selling;   Coba hitung berapa banyak kebangunan mental dan kisah inspirasi yang didengar oleh para agen asuransi, dan sejenis itu.Namun coba anda teliti, berapa banyak dari mereka yang berhasil mencapai titik akhir dan menjadi orang seperti yang mereka inginkan?Muungkin hanya sekitar 2-3 orang dari 100 orang.  Kemana sisanya, sebagian besar hilang di tengah jalan. Mereka gugur dalam proses.   Bukankah orang –orang ini amat sering mendapat dosis motivasi secara rutin?
Mengapa kalau hanya asupan motivasi saja, pakem tersebut menghasilkan derajat kegagalan yang begitu tingg?Dalam motivasi yang digugah adalah hati, alias kesadaran emosi, atau sisi afeksi dari seseorang.Misalnya peserta dipompa untuk punya semangat pantang menyerah.Tidak ada yang salah, hal ini amat bagus.   I totally agree with that.   Namun lihat realitas ini: kalau hanya diajari pantang menyerah, terus kalau fakta yang dihadapi itu caliber masalah seperti tembok baja, maka beberapa kali  kita tubruk, (dengan berbagai azimat dan teriakan motivasional) bukan masalahnya yang hancur dan pecah, tetapi kepala kita yang pecah.
Nah kalau kelas permasalahan yang dihadapi itu setebal tembok. Atau pintu peluang yang mau dibuka itu sekeras baja, maka jika hanya ditubruk dengan jurus motivasi, maka beberapa kali tubruk, kita akan ambruk.    Come’on man!
Apa impact yang terjadi?

Orang mengalami demotivasi.Dan akhirnya apatis terhadap serial motivasi.Untuk itu, serial motivasi, yang banyak diadopsi untuk menggugah semangat, perlu ditambahkan dengan pilar strategi. Setiap orang harus belajar strategi, Dengan begitu ia tahu caranya, ia paham step by step mekanisme yang harus dilalui jika ingin mencapai tempat (next level) yang mereka kehendaki.    Dengan memahami formulasi straetgi, Motivasi bukan lagi Pemberi Harapan Palsu- alias Morfin Nina Bobo.Motivasi tanpa strategi hanya berakhir dengan kata kata bijak, tetapi miskin. (sorry to say that).
Orang menjadi sukses itu bukan soal “hati” saja; dalam hal kemampuan emosi alias rana afeksi, alias (otak belahanan kanan) meskipun hal ini sangat, sangat penting. Tetapi kita perlu kombinasi sisi koqnitif, Dalam hal ini sisi intelektual, atau sisi “pikiran”, atau mind set yang akan memungkinkan kita memikirkan strategi.
Untuk membuat operationalisasi menjadi efektif, maka ada satu tambahan pilar lagi yang harus dikuasi ,yaitu kompetensi. Dalam hal ini kapabilitas, kapasitas.Domain ini juga menyangkut sisi “pikiran”, the mind & skill.   Kapasitas harus terus di upgrade, dengan begitu ia akan punya takaran kompetensi (managerial maupun teknis) dan kesadaran yang lebih besar daripada yang dituntut oleh sebuah masalah.   Dan kapabilitas di updated, dengan begitu ia akan punya kemampuan untuk menaklukan tantangan. Hal ini amat penting, karena masalah dan peluang hanya bisa dipecahkan, kalau kompetensi kita lebih besar daripadanya.Didalam berbagai kisah dan teladan Keberhasilan Bisnis, kita melihat bahwa berbagai investasi dan keringan pengembangan kapasitas itu, di kenal dengan istilah pembentukan, seperti seorang penjunan membentuk molding tanah liat.Atau dalam istilah yang lebih modern disebut “proses’.

Ingat-ingat! Motivasi amat baik.  Tapi tidak cukup, kalau hanya digunakan sebagai dosis tunggal. Ia menawarkan terapi simptomatis. Tidak menyelesaikan masalah. Sebagian besar orang senang mendengarkannya. Karena ia quick fix. Semacam opium mental, kalau salah dosis. Motivasi harus dibangun terintegrasi dengan kompetensi dan Strategi. Sekali lagi jangan salah paham, motivasi amat baik. Saya sendiri sering di minta perseroan untuk memberikannya, namun ia tidak bisa diberikan sebagai asupan tunggal.

End-

Hendrik Lim, MBA

Strategy dan Goal.

Harus diingat bahwa strategi hanyalah wahana, alias medium untuk mencapai tujuan yang kita idamkan. Jadi ukuran keberhasilan sebuah strategi adalah seberapa jauh ia mendekatkan kita pada status dan posisi yang ingin kita capai. Apapun ukuran yang ditetapkan oleh perseroan: apakah itu profit margin, besarnya market share, keunggulan cash flow, kepuasan pelanggan, atau growth rate. Yang penting, apupun tujuan alias corporate goal yang ingin diciptakan, ia harus dicanangkan dengan jelas dan mantap. Tidak dalam keadaan ragu- ragu alias ambigu.Sebuah goal bagaimanapun harus menjadi orientasi dari sebuah strategi.Jika anda bermain sport, katakanlah itu golf atau sepak bola, maka apapun jenis strategi dasar yang hendak kita mainkan, hasil akhirnya ditentukan oleh seberapa sering kita memasukkan bola kedalam gawang.
Kalau satu strategi tidak efektif membawa kita pada suatu goal, kita perlu melakukan modifikasi atau banting stir. Jadi strategi dan deployment haruslah tetap meng-akomodir flexibilitas operasionalisasi.Bila satu teknik tidak berhasil, kita menganalisa dan menyempurnakannya, hingga tercapai suatu strategi yang efektif.Sejatinya pola strategi perseron berubah seiring dengan tingkat pertumbuhan kompetensi dan pengalaman organisasi.Strategi juga berubah akibat perubahan dan pergeseran driver pertumbuhan dan peluang.   Yang harusnya berdiri kokoh adalah goal, alias sasaran tembak yang kita hendak tuju. Sebisa mungkin strategic goal tidak berubah-rubah.. Dengan begitu ia memberikan kepastian arah gerak. Sebuah goal juga tidak boleh dengan mudah digerak-gerakan oleh intimidasi keadaan, pengaruh atau hasutan pihak lain. Ingat nasehat lama: if the strategy doesn’t work, change the strategy, not the goal. Kalau hanya karena dan tekanan- intimidasi keadaan, lalu kita dengan gampang menyerah dan melakukan kompromi terhadap goal, hal itu menunjukkan kita punya masalah dengan determinasi.

 

Sebaliknya perseroan yang tidak berkembang umumnya punya ciri yang sama: mereka menunjukkan kecenderungan untuk merubah goal dan target ketika suatu strategi tidak bekerja dengan baik. Apalagi dalam kondisi pelik dan mengalami rintangan, maka sebagian besar orang akan tergoda dan kompromistis terhadap goal. Alih-alih mengubah strategi, mereka merubah besaran target itu sendiri. Dengan kata lain, mereka cenderung menggunakan satu jurus strategi tersebut terus menerus. Sejatinya suatu goal di buat fixed pada posisi tertentu, dan jika goal tidak tercapai, teknik strateginya yang di review, bukan sebaliknya.
Strategy dan Breakthrough untuk mencapai hasil yang spektakuler, strategi yang digunakan tidak bisa lagi yang bersifat konvensional.Artinya hanya sesuatu yang bersifat linear dan merupakan kepanjangan teknik masa lalu.Tapi harus sesuatu yang benar-benar bersifat leap frog; ada terobosan.  Bagaimana menciptakan hal seperti itu?
Ada beberapa teknik misalnya sebagai Games Changer. Jadi benar-benar pola baru: Dulunya tidak ada, sekarang ada. Mingkin melalui bantuan aplikasi teknologi, layaknya Gojek.Atau mendobrak paradigm. Misalnya menjual Tanah perkuburan kepada orang yang masih segar bugar ala San Diego di Karawang milik Lippo group. Sesuatu yang dulu nya tidak pernah dipikirkan orang.  Hal hal semacam ini meng-create demand. Dari yang dulu tidak ada, sekarang menjadi ada. Dengan begitu hasilnya akanleap frog, suatu lompatan jauh kedepan.
Pendekatan seperti ini akan menghasilkan market disruption. Maksud nya kita tidak hanya sekedar memetakan keinginan konsumen, tetapi satu langkah lebih maju.Menciptakan demand.Bagaimana caranya?Untuk memungkinkan hal seperti itu kreativitas menjadi non negotiable factor.Dan hal ini berkaitan sangat erat dengan kemampuan Value creation. Valuea creation yang hebat akan menciptakan atau men-generate demand dengan sendiri. Dalam istilah Prof Sey: Supply will create its own demand. Tentu saja bukan sembarang supply, tetapi sesuatu yang distinctive dan non konvensional.
end-

Bagaimana merancang kepuasan kerja dalam dunia profesi?
Ya ini bukan pekerjaan yang sederhana, terutama terhadap kaum knowledge workers, kaum profesi dan manajer yang kian hari aspirasi nya makin meningkat dan terhubung dengan dunia global. Sebagian praktisi  HR merancang paket kompensasi dan benefit, atau yang sering disebut Comben.Tidak ada yang salah dalam hal itu rancangan teknis seperti itu.  Namun dalam bahasan ini, saya ingin mengajak Anda untuk melihatnya dari sisi general Manajemen.Sisi yang lebih esensial. Dengan demikian kita bisa menciptakan suatu reward intanglible, yang membuat orang terenyum bangga. Bangga ketika mereka telah menyelesaikan pekerjaan tersebut. Bangga karena kelak mereka bisa menceritakan dengan mata berbinar binar tentang apa yang telah mereka kerjakan. Kemampuan men-desain kepuasan kerja akan mempengaruhi  retensi terhadap pekerja yang berprestasi, dan pada saat yang bersamaan akan bisa menarik berbagai bintang human capital yang ada diluar untuk bergabung.

Dari mana datangnya Work Satisfaction itu?Work satisfaction itu akan muncul kalau kita bisa menuntaskan suatu target dan tantangan pekerjaan. Semakin sulit dan komplek tantangan yang harus dihadapi, dan ketika berhasil ditaklukan,  ia akan memberikan kepuasan yang besar. Anda bisa melihat senyum yang merekah puas.Tanda kemenangan.  Jadi kalau tidak ada set target, akan mustahil mendapatkan kepuasan kerja.
Apa yang harus dilakukan ketika target pekerjaan berhasil ditaklukan? Ketika suatu tantangan berhasil ditaklukan, kita perlu berhenti sejenak dan merayakannya.Inilah hadiah terbesar, yang bisa diberikan oleh sebuah pekerjaan.The Intangible reward, sebuah rasa kepuasan yang hakiki. Sebuah rasa  bangga karena berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan.  Semakin sulit dan kompleks tantangan yang bisa ditaklukan, maka the Joys of works akan semakin besar.  Orang –orang akan berkata: wow, we feel great.  Ada perasaan “hebat’ yang tidak bisa didiskripsikan, kecuali kalau orang mengalaminya sendiri.
Hal ini akan memberikan kepuasaan yang sepadan. Hal-hal accomplishement seperti ini lah yang akan diceritakan pada orang lain. Pencapaian seperti inilah yang akan mereka kenang atau dikenang oleh sejawat dan orang lain.  Orang-orang yang berjerih lelah dan berkontribusi perlu diajak untuk merayakannya. Hal ini akan menumbuhkan ownership. Akan ada emotional bonding yang hebat dibalik pencapaian. Hal ini menunjukkan We values accomplishment: bahwa perseroan sebagai organisasi menghargai prestasi. Menghargai berbagai breakthrough yang telah berhasil mereka terobos dan pecahkan.  Hanya dengan accomplishement dan aknowledgment seperti ini, semua orang yang terlibat dalam suatu pekerjaan akan pulang dengan rasa bangga. Mereka akan berjalan dengan langkah kemenangan.

Kepuasan kerja dan Masterpiece
Kepuasan kerja itu hanya bisa datang kalau kita bisa menciptakan masterpiece.Dan masterpiece itu tidak mungkin tidak, dilahirkan pada suatu setting pekerjan yang menantang nyali dan penuh tantangan besar. Ini seperti kalau kita mau mendirikan sebuah kota diatas bukit. Tentu saja, amat tidak mudah, untuk membangun sebuah struktur diatas bukit. Tantangan medan akan sulit sekali. Namun kalau kota itu sudah berdiri, dan kita sudah diatas bukit dan selesai mendirikannya, terus  melihat kebawah, maka wow.Akan ada rasa kepuasan yang besar.Ada special moments, ketika pekerjaan besar berhasil ditaklukkan.Kepuasan itu muncul kalau kita bisa menaklukan tantangan. Semakin besar tantangan, kepuasan akan makin besar. Apalagi sesuatu yang dianggap tidak mungkin diawal,—dalam tahap gagasan pekerjaan- lalu kita berhasil menyelesaikan misi tersebut, maka makin besar lah kepuasan kerja itu.

Hal yang sama berlaku dalam dunia pekerjaan bisnis-korporat.  Misi yang mendatangkan kepuasan mental yang besar, adalah misi yang menantang nyali. Kalau tidak ada elemen menantang & beresiko, warna kejiwaan kita akan work life  akan amat datar. Tidak ada sensasi gelombang naik turun. Dan hidup  itu sendiri akan amat membosankan dan membuat orang menjadi jenuh dan suntuk.  Kalau  tantangan  sudah ditaklukan dan target tercapai, kita pasti akan bisa melihat senyum kepuasan corporate citizen. Target bukan lagi beban kerja, tapi sebuah medium untuk mendapat kepuasan kerja yang besar.Dan tentu saja menjadi amat wajar, setiap selesai penaklukkan sebuah target, kita merayakannya bersama.Perayaan atas keberhasilaan ini perlu, supaya iklim kerja berimbang. Dengan perayaan, unsur fellowship, kohesivitas  dan confidence level meningkat; dan kita terpacu untuk menaklukkan target lainnya yang lebih tinggi dan menantang nyali.
Saya paham, dan saya pikir anda juga akan setuju, bahwa perjalanan dan perjuangan corporate citizen menuju kwadran puncak  ini tidaklah mudah. Perlu investasi keringat, pikiran,waktu dan biaya yang tidak sedikit. Dan sepanjang proses tersebut,  hal- hal seperti ini menguras tangki emosi, intelektual  dan fisik yang ada. Dan corporate citizen, siapapun itu, tidak bisa diajak untuk tancap performance terus-menerus.  Jadi apa yang harus kita perbuat agar tidak exhausted ditengah keberhasilan? Ya seperti yang telah disebut diatas tadi: kita  Merayakannya! Yes kita perlu merayakan setiap fase keberhasilan dalam menaklukan sebuah target.  Memberi reward pada diri sendiri, atas keberhasilan yang telah dicapai. Adakan beberapa event rest & recreation secara korporat, yang dirancang secara baik dan mengesankan, supaya ada pengendoran syaraf neural sedikit, sehingga impact relaksasi tersebut bisa dipakai  sebagai cadangan sumberdaya untuk pendakian selanjutnya
Mengapa kita perlu merayakannya? Dengan celebration seperti itu, kita memberikan impresi yang kuat dalam memory, yang kelak akan dipakai sebagai reminder bahwa kita secara kolektif telah melakukan hal-hal besar. Kita mengingatkan diri sendiri bahwa  hal- hal yang dahulunya kita duga kita tidak sanggup,  kini kita telah membuktikan kebalikannya.  We did it!  Impresi yang kuat dan berkesan seperti ini  akan menjadi alat bantu motivasi  yang hebat  untuk mengingatkan kita untuk terus-berprestasi.  Berprestasi melewati dan memecahkan ambang rekor pencapaian yang telah dibuat sebelumnya.   Dengan sudut pandang seperti itu, organisasi akan melihat rest&recreation sebagai investasi untuk kepentingan values creation jangka panjang. Ia tidak akan lagi dipandang sebagai sebuah pemborosan expense, apalagi penghamburan.

Perlu diingat, kalau sebagai organisasi, perseroan melakukan perayaan atau company gathering, tanpa ada dasar atas suatu penaklukan tantangan, maka gathering seperti itu mungkin hanya akan ada gunanya satu- dua kali! Terutama untuk hubungan sosial corporate citizen, tapi setelah itu tidak ada artinya.Wajar saja, karena dalam gathering seperti itu tidak ada hal-hal dan pengalaman seru yang bisa diceritakan.Tidak ada review, sharing dan flash back; dan akhirnya yang ada hanya courtesy dan basa-basi seremonial.Dan hal-hal seperti ini yang akhirnya membuat orang menjadi bosan dan kehilangan minat untuk hadir dalam gathering berikutnya.   Pengalaman-pengalaman seperti itu akhirnya akan membuat manajemen beranggapan corporate gathering atau kegiatan rest & recreation sebagai pemborosan expenses.
End-

Hendrik Lim, MBA