Saya diminta diminta dalam sebuah konvensi tentang strategic collaboration. Yes topik ini dianggap menjadi begitu penting. Terutama dalam menghadapi tahun 2016. Ada dua hal utama yang mendasarinya:
• Pertama, perlambatan ekonomi menghantam pendapatan. Berbagai teman dan kolega bisnis menyebutkan, derita kali ini lebih parah dari krismon dekade 2 dekade lalu. Meskipun kesannya tenang- tenang menghanyutkan, tapi sifatnya pervasif. Kelesuan menyerbu dengan pasti pada setiap sendi.
• Yang kedua adalah meskipun terjadi perlambatan, tapi ketatnya persaingan menjadi menggila- gila. Terlebih lagi, tahun depan ini, pintu dan pagar perdagangan regional sudah dirobohkan. Jadilah boundaryless market regional. Jadi hantaman datang dalam berbagai front.
Kedua fenomena ini akan menjadi alat penampi yang hebat. Hanya organisasi yang fit dan cerdik, yang akan bisa terus mengusung asas going concern perseroan. Yang tidak bisa beradaptasi, akan tersingkir dan punah.Lalu mengapa harus mengadakan strategic collaboration untuk terus sustain? Mengapa bukan pilihan yang lain? Saya mencatat minimal ada dua key issue yang membuat opsi ini layak dilirik:
• Perubahan-perubahan pasar terjadi dalam kecepatan revolusi dan bersifat multi dimensi, sedangkan akumulasi kapabilitas terjadi dalam tingkat evolutif, dan bersifat linerar. Iaterjadi one at a time. Dengan kata lain, yang satu bergerak dengan kecepatan seperti deret ukur, yang satunya hanya dengan deret tambah. Akibatnya terjadimismatch, dan perseroan kehilangan daya adaptabilitas. Ujung-ujungnya akan gagal dalam seleksi alam. Pertumbuhan tingkat kompetensi dan competitivenesss yang dibangun, akan kalah dengan tuntutan derajat competitiveness yang diperlukan oleh market place. Tanpa penyesuaian itu maka values creation perseroan akanketinggalan zaman dan usang (obsolete), dan akhirnya punah.
• Terjadi sub-spesialiasi. Muncul berbagai trend, orang- orang akan bekerja pada bidang bidang yang mendatangkan kepuasan kerja dan fulfilment. Artinya pekerjaan tidak bisa lagi dilihat dari kaca mata transaksional, seperti pada masa revolusi industri. Kini employement, dikaitkan dengan passionate,talent management, engagement. Dengan begitu, kekuatan dan keahlian organisasi perseroan akan bersifat amat spesifik, namun amat dalam. Untuk mendapatkan orkestrasi yang punya gaung besar, maka salah satu response terhadap kejadian diatas, adalah dengan melakukan strategic collaboration.
Meskipun begitu, banyak sekali kongsi strategis bubar jalan dalam persimpangan.Apa yang membuat sebuah perkawinan strategic collaboration bisa bertahan?Ada tiga hal esensial untuk mewujudkan suatu strategic collaboration yang bisa terus hidup dalam jangka panjang.
1. Masing- masing pihak harus punya kekuatan, keunggulan dan keunikan masing- masing. Mereka bisa ber-operasi secara mandiri, namun memutuskan untuk berkolaborasi, karena ada hal hal yang lebih hebat, yang akan muncul kalau ber kolaborasi. Tidak bisa satu perseroan masuk dalam sebuah kolaborasi tanpa punya suatu unique contribution.
2. Collaboration harus mendatangkan manfaat baik itu tangible maupun intangible; baik itu value creation, competitiveness maupun kualitas hubungan organisasi-perseroan yang terlibat didalamnya
3. Proses dan perjalanan collaboration menghasilkan lebih banyak joys. Harus ada kesenangan dan kegembiraan selama kolaborasi. Jika tidak, maka meskipun strategic collaboration menghasilkan manfaat dan keuntungan material, namun jika terlalu banyak “drama’, maka akan muncul mental fatique, dan akhirnya orang- orang akan berkata : there is no point to continue the collaboration. Alias ‘ mereka merasa -capek hati!, dan tidak sepadan dengan manfaat material yang diperoleh.
Kolaborasi Intern.
Terlepas dari berbagai issue teknis diatas, sebelum melakukan strategic collaboartion dengan pihak luar, bagaimana kalau manajemen perseroan melakukan strategic collaboration dengan pihak internal? Dengan para pekerja dan kaum profesinya sendiri?
Pertimbangkan hal ini: Salah satu hal yang jarang di-exploit adalah strategic collaboration dengan pekerja. Mengapa tidak melakukan strategic collaboration dengan pekerja. Management bekerja sama dengan pekerja. Agar semua kekuatan, skill dan kecerdasan kolektif pekerja termanifestasi keluar?Ini adalah suatu opsi yang amat rational. Merekalah sebenarnya yang paling tahu kondisi lapangan; Kesulitan dan masalah faktual yang di hadapi. Tantangan dan kesempatan yang bisa dimanfaatkan.Strategic collaboration dengan pekerja itu berarti menempatkan pekerja sebagai pemilik pekerjaan. Memberdayakan mereka, delegasi kekuasaan dan wawenang untuk mengatasi masalah lapangan dan mengambil keputusan operational harian rutin. Ikut memikirkan bagaimana mempernaiki dan meningkatkan kondisi, suasana dan kinerja.
Jadi bukan hanya sisi teknis dan mekanis manual dari seorang pekerja saja yang di serap, tetapi juga sisi kognitif, skill dan kemapuan afeksinya. Dengan kata lain,pekerja bisa melihat relevansi dari apa yang mereka kerjakan terhadap daya competitiveness dan hidup- matinya (sustainability) perseroan. Jika itu yg terjadi.Management puas. Mereka bisa mendapat angka produktifitas yang lebih tinggi. Dan pekerja juga akan mendapatkan job satisfaction.
End-
Hendrik Lim, MBA